Pendekatan Institusionalisme

Pendekatan institusionalisme adalah suatu subjek masalah yang mencakup peraturan, prosedur dan organisasi formal pemerintahan. Pendekatan ini memakai alat-alat ahli hukum dan sejarah untuk menjelaskan batas-batas pada perilaku politik maupun efektifitas demokratis.[1] Pendeketan ini memfokuskan institusi negara sebagai kajian utama, bagaimana organisasi institusi itu, apa tanggung jawab dari setiap perannya, dan bagaimana institusi itu berinteraksi.  

Negara sebagai pusat kekuasaan (state power centre) merupakan inti dari pendekatan institusional. Pendekatan institusionalisme berkembang pada abad ke-19, dimana belum terjadi perang dunia dan peran negara sangat dominan dalam kehidupan masyarakat. Fokus dari pendekatan ini adalah segi konstitusional dan yuridisnya. Bahasan tradisionalnya menyangkut undang-undang, kedaulatan, kedudukan kekuasaan formal serta yuridis dari lembaga-lembaga negara. Setidaknya, ada lima karakteristik atau kajian utama pendekatan ini, yakni:
  1. Legalisme (legalism), yang mengkaji aspek hukum, yaitu peranan pemerintah dalam mengatur hukum. 
  2. Strukturalisme, yakni berfokus pada perangkat kelembagaan utama atau menekankan pentingnya keberadaan struktur dan struktur itu pun dapat menentukan perilaku seseorang. 
  3. Holistik (holism) yang menekankan pada kajian sistem yang menyeluruh atau holistik dalam artian lembaga eksekutif, legislative maupun yudikatif digunakan dalam pengkonsepan idealnya. 
  4. Sejarah atau historicism yang menekankan pada analisisnya dalam aspek sejarah seperti kehidupan sosial-ekonomi dan kebudayaan. 
  5. Analisis normatif atau normative analysis yang menekankan analisisnya dalam aspek yang normatif sehingga akan terfokus pada penciptaan good government.
Pendekatan institusionalisme dibagi menjadi dua yaitu institusionalisme tradisional atau lama, dan institusionalisme baru. Perbedaan antara keduanya adalah jika institusionalisme lama mengupas lembaga-lembaga kenegaraan (aparatur negara) seperti apa adanya secara statis. Sedangkan institusionalisme baru melihat institusi negara sebagai hal yang dapat diperbaiki ke arah tujuan tertentu yang perlu ada rencana atau design yang secara praktis menentukan langkah-langkah untuk tercapainya tujuan tertentu. Perhatian Institusionalisme baru lebih tertuju pada analisis ekonomi, kebijakan fiskal moneter, pasar dan globalisasi ketimbang masalah konstitusi yuridis.

Institusionalisme dipicu oleh pendekatan behavioralis yang melihat politik dan kebijakan public sebagai hasil dari perilaku kelompok besar atau massa, dan pemerintah sebagai institusi yang hanya mencerminkan kegiatan massa itu. Bentuk dan sifat dari institusi ditentukan oleh para aktor serta pilihannya. Dengan demikian, kedudukan sentral dari institusi-institusi dalam membentuk kebijakan public di nomor duakan.[2] 

Kesimpulannya bahwa institusionalisme baru dapat di anggap sebagai suatu pendekatan yang luas, beraneka warna terhadap politik, yang disatukan pada penegasan bahwa institusi adalah variable yang menjelaskan sebagian besar kehidupan poltik. Kekuatan institusionalisme baru dapat ditemukan dalam karakter multi teoretisnya yang memungkinkan penilaian tentang dalil-dalil yang bersaing dari berbagai teori politik. Konstribusi pendekatan institusionalisme baru dalam ilmu poltik dilihat dari keuntungan epistimetik dimana perpindahan suatu dari posisi yang problematis menuju yang lebih memadai dalam suatu bidang alternative yang tersedia, dan dapat dibedakan dibedakan dengan perpindahan epistemology mitos dari kesalahan menuju kebenaran.



[1] David Marsh and Garry Stoker, Teori dan Metode Dalam Ilmu Politik, terj, (New York: Palgrave MacMillan, 2002), h. 109.
[2] Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik (Jakarta: Gramedia, 2008), h. 96.
Share on Google Plus
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 comments:

Post a Comment