Politik dan Islam: Peran Penting Islam Dalam Kemerdekaan Indonesia


Umat islam Indonesia pada tahun-tahun pasca proklamasi kemerdekaan Indonesia, sudah mencoba merumuskan corak masyarakat dan cita-cita politik yang hendak mereka ciptakan dalam rangka mengisi kemerdekaan nasional. Dalam kaitannya dengan masyarakat Indonesia, konsep umat selalu dihubungkan dengan pelaksanaan syariat dalam kehidupan individual dan kehidupan kolektif mereka. Konsep umat menggambarkan suatu masyarakat beriman yang bercorak universal. Identitasnya sebagai muslim banyak ditentukan dengan keterikatan spiritualnya dengan persaudaraan yang universal. 

Konsep tersebut jika diturunkan kedalam masyarakat Islam Indonesia akan dihadapkan pada dua fenomena sosiologis yang tidak saja berbeda, bahkan bisa jadi bertentangan. Umat yang menjadi pendukung partai dan organisasi dengan label islam menunjuk pada makna yang sama, menerima konsep teoretis tentang umat dan ajaran islam secara penuh. Fenomena lainnya, kelompok umat islam Indonesia yang terpengaruh akan politik Barat sekuler, berpandangan bahwa kegiatan politik adalah semata-mata kegiatan duniawi, sedangkan agama merupakan masalah pribadi yang tidak perlu dikaitkan dengan masalah politik.

Untuk mewujudkan cita cita itu memerlukan perjuangan dan perjalanan yang panjang. Ini telah dilakukan oleh umat Islam Indonesia. Sebab disadari sekali bahwa perjuangan melawan segala bentuk kezaliman merupakan suatu hal yang harus dilaksanakan oleh umat Islam. Prinsip ini diyakini benar oleh umat Islam sehingga jika tidak dilaksanakan atau tidak tercapai maka mustahil pelaksanaan ajaran Islam secara benar akan dapat diterapkan dengan baik. Oleh karena itu sangat wajar sekali bila dikatakan umat Islam Indonesia dikenal sebagai penantang-penantang gigih terhadap segala bentuk imperialisme. 

Konsep umat hampir selalu dikaitkan dengan pelaksanaan ajaran syariat, yakni ajaran yang mengatur seluruh aspek kehidupan manusia. Dalam lingkungan budaya santri terdapat dua aliran keagamaan penting yang muncul ke permukaan pada dekade awal abad ini. Aliran pertama banyak dipengaruhi oleh gagasan-gagasan dan aspirasi reformis islam yang berasal dari Timur Tengah. Penganut aliran ini berusaha menghidupkan kembali prinsip dan semangat ijtihad, yaitu kerja keras intelektual dalam memahami agama agar mampu menangani persoalan-persoalan yang muncul akibat perubahan sosial dalam masyarakat muslim. Kaum pembela ijtihad ini lazim dikenal sebagai muslim modernis atau kaum muda.

Aliran kedua secara teoretis menolak hak ijtihad oleh umat islam sekarang. Karena pada pandangan mereka, pintu ijtihad telah tertutup sekalipun tidak ada yang mengetahui kapan pintu ijtihad itu tertutup. Pengikut aliran ini biasa disebut dengan muslim tradisionalis atau kaum tua. Pengikut aliran ini terpusat pada pondok-pondok pesantren, surau-surau, dan pusat-pusat kajian islam lainnya. Di antara pesantren yang terkenal ialah pesantren Tebu Ireng di Jombang, Jawa Timur.

Akar kesadaran umat islam Indonesia pada masa modern di awali dengan bangkitnya SI (Sarekat Islam) yang merupakan transformasi dari SDI (Sarekat Dagang Islam). SI adalah organisasi pertama yang menjadikan Islam sebagai penanda identitas kolektifnya dan yang menghubungkan identitas tersebut dengan aksi-aksi radikal. SI mendapatkan dukungan dari kalangan saudagar muslim yang sedang resah menghadapi ekspansi kapitalisme orang Cina yang bekerja sama dengan pemerintah kolonial.

Kemudian, didorong oleh kesadaran perlu diciptakan hubungan yang baik antara partai-partai politik dan organisasi-organisasi islam, maka KH. Mas Mansyur, KH. Abdul Wahab Chasbullah, dan KH. Achmad Dahlan mendirikan MIAI (Majelis Islam ‘Ala Indonesia) di Surabaya pada 21 September 1937. Ada dua alasan kenapa MIAI harus segera didirikan.

Pertama, usaha-usaha politik pada saat itu masih belum mantap seperti pada saat itu. Oleh karena itu, persatuan umat sangat dibutuhkan untuk melawan colonial. Kedua, adalah landasan spiritual dari seluruh bentuk persatuan umat yang tercantum dalam Al-Quran surat ali Imran 103, berisi tentang Berpegan teguh lah kamu bersama-sama dengan tali Allah dan jangan bertikai. Ayat ini membimbing pemimpin-pemimpin umat dalam membentuk MIAI yang pada saat itu dipandang cukup strategis dalam menggalang persatuan di antara kekuatan partai-partai dan organisasi dalam mengahadapi situasi yang semakin kritis. Diharapkan melalui musyawarah antara pemimpin-pemimpin umat, konflik-konflik yang selama ini melemahkan perjuangan islam dapat diperkecil. Tujuan lainnya adalah untuk mengenal lahir maupun batin antara ulama dan para pemimpin Indonesia.
Share on Google Plus
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 comments:

Post a Comment