Antonio Gramsci: Konsep Hegemoni, Civil Society dan Intelektual Organik

Antonio Gramsci: Konsep Hegemoni, Civil Society dan Intelektual Organik
Antonio Gramsci (1891-1937)  atau lebih dikenal Gramsci adalah seorang filsuf Italia, penulis, dan Marxis. Ia pernah menjadi Anggota pendiri dan kemudian menjadi pemimpin Partai Komunis Italia, Gramsci sempat menjalani dipenjara pada masa berkuasanya rezim Fasis Benito Mussolini.  Ia dianggap sebagai salah satu pemikir orisinal utama dalam tradisi pemikiran Marxis. Ia juga dikenal sebagai penemu konsep hegemoni budaya sebagai cara untuk menjaga keberlangsungan negara dalam sebuah masyarakat kapitalisme.

Konsep Hegemoni dan Negara

Konsep Gramsci tentang hegemoni adalah bahwa suatu kelas dan anggotanya menjalankan kekuasaan terhadap kelas-kelas dibawahnya demham cara kekerasan dan persuasi. Hegemoni bukanlah hubungan dominasi  dengan menggunakan kekuasaan,  melainkan hubungan persetujuan dengan menggunakan kepemimpinan politik dan ideoligis. Hegemoni adalah suatu organisasi konsensus. Dalam beberapa karyanya, Prison Notebooks, Gramsci menggunakan kata direczione (kepemimpinan, pengarahan) secara bergantian dengan egemonia (hegemoni) dan berlawanan dengan dominazione (dominasi).[1]

Hegemoni bagi Gramsci adalah kemampuan untuk mengakomodasikan semua kepentingan kelompok lain sehingga mau memberikan dukungan, serta berpartisipasi. Dengan jalan inilah sebenarnya kekuasaan dapat dicapai serta dapat dipertahankan. Hegemoni tidak boleh didasarkan atas pengkooptasian aktivitas motorik ataupun intelektual kelompok lain.[2]

Bagi Gramsci, negara adalah batas tempat munculnya praktek-praktek kekerasan oleh aparatusnya (militer dan lainnya). Negara dalam hal ini dimaknai sebagai pelayanan sipil yang menyangkut kesejahteraan rakyat dan penyedia pendidikan bagi masyarakatnya.

Ideologi dan Intelektual Organik

Gramsci beranggapan bahwa ideology harus menjadi sebuah kesadaran kolektif, serta ideology yang baik adalah ketika mempu mengakomodasikan kepentingan kelompok-kelompok lain, serta bisa untuk menarik kelompok lain ke dalam kelompok kita. Gramsci melihat bahwa ideology itu sifatnya arbriter (berubah-ubah) sesuai dengan perkembangan pemikiran. Secara tidak langsung, disadari atau tidak bahwa Gramsci telah menjebakkan dirinya terhadap bias dari kepentingan kelompok intelektual (organik). Dari kelompok intelektual inilah, progresifitas akan tumbuh dengan sangat cepat, mengingat mereka memiliki kemampuan untuk mengorganisir massa. Maka bisa juga dikatakan bahwa konsepsi ideology yang dilihat dari bagaimana konsepsi ideology arbriter ini adalah dari sudut pandang paradigma sistem. Maka kita juga akan menemukan seperti yang dikatakan oleh Habermas sebagai solidaritas budaya dan komunitas masyarakat itu terbentuk.[3]

Jelas terlihat bias kepentingan (kekuasaan) dalam konsepsi ideology tersebut, bagi Gramsci tujuan partai atau kelompok sosialis adalah terbentuknya masyarakat sosialis itu sendiri. Dengan konspesi ideology ini tentu (partai, kelompok) sosialis harus menjadikan dirinya inclusive serta mampu melakukan perubahan-perubahan secara kontinyu.

Bagi Gramsci, kaum intelektual terdiri dari dua wilayah, yakni teori (intelektual tradisional) dan menghubungkannya dengan realitas sosial (intelektual organic). Intelektual organic dengan demikian adalah intelektual yang dengan sadar dan mampu menghubungkan teori dan realitas sosial yang ada, dan ia bergabung dengan kelompok-kelompok revolusioner untuk men-support dan meng-counter hegemoni pada sebuah transformasi yang direncanakan.[4]

Civil Society dan Masyarakat Politik

Masyarakat sipil menurut Gramsci adalah masyarakat yang memiliki privasi, otonom serta terlepas dari proses produksi, yaitu semua organisasi yang membentuk masyarakat sipil dalam sebuah jaringan kerja dari praktek-praktek dan hubungan sosial yang kompleks, termasuk buruh dan pemodal. Dalam masyarakat sipil semua kepentingan dari semua kelompok muncul.[5]

Harus dibedakan antara masyarakat sipil dengan aparat pembentuk negara karena mereka mempunyai monopoli dan bersifat koersif yang disebut masyarakat politik.  Masyarakat sipil dalam komunitasnya, terjadi proses hegemoni antar kelompok didalamnya karena terdapat kompleksitas hubungan sosial. Sementara disisi lain, masyarakat sipil juga harus mengatasi hegemoni yang dilakukan oleh masyarakat politik. Masyarakat politik oleh Gramsci bukan dalam pengertian negara, koersif dan aparat negara. Penjelasan Gramsci adalah bahwa relasi kedua antara kedua kelompok tersebut berhubungan secara signifikan, bahwa masyarakat politik melakukan penindasan melalui tindakan koersifnya sebagai sarana hegemoni.



[1] Roger Simon, Gagasan-gagasan Politik Gramsc. Terj. Kamdani dan Imam Baehaqi. (Yogyakarta: Insist, 1999), h. 19-20.
[2] Abd. Malik Haraman, dkk, Pemikiran-pemikiran Revolusioner. (Yogyakarta: Averroes, 2001), h. 61-62.
[3] Ibid, h. 70.
[4] Ibid, h. 92.
[5] Ibid, h. 71.
Share on Google Plus
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 comments:

Post a Comment