Konsep Civil Society Di Indonesia

Konsep Civil Society Di Indonesia
Masyarakat madani atau civil society adalah masyarakat dengan ciri-cirinya yang terbuka, egaliter, bebas dari dominasi dan tekanan negara.[1] Istilah civil society sebenarnya telah beredar dalam pembicaraan tentang filsafat sosial pada abad ke 18 di Eropa Barat dan masih berlanjut hingga akhir abad 19. Dalam jangka waktu yang cukup lama istilah itu seolah-olah hilang dari peredaran, hingga pada tahun 1990-an, muncul kembali dan diperdebatkan lagi di Eropa Barat. Berbagai pemikiran yang dilontarkan akhir-akhir ini di seputar civil society –yang di Indonesia telah diterjemahkan menjadi “masyarakat sipil”, “masyarakat warga/kewargaan” atau “masyarakat madani” itu—sebenarnya merupakan imbas dari perkembangan pemikiran yang terjadi di dunia Barat tersebut, khususnya di negara-negara industri maju di Eropa Barat dan Amerika Serikat, dalam perhatian mereka terhadap perkembangan ekonomi, politik dan sosial budaya di bekas Uni Soviet dan Eropa Timur. Namun dikawasan bekas Blok Sosialis yang sedang dilanda badai liberalisasi dan demokratisasi itu, berbagai kalangan akademi juga mulai tertarik untuk membicarakan konsep lama ini. di Indonesia –dalam kaitannya dengan konsep civil society ini—kita lebih banyak berbicara mengenai demokratisasi politik atau liberalisasi ekonomi, atau semacam glasnots dan perestroika di Rusia yang dipopulerkan oleh pemimpin Rusia Gorbachev yang memelopori revolusi damai di negeri Beruang Merah itu (Andrei Melville and Gail W. Lapidus, The Glasnots Papers: Voices on Reform from Moscow, 1990).

Di Indonesia konsep civil society yang diistilahkan dengan “masyarakat sipil”, yang antara lain dipakai oleh Dr. Mansour Faqih, karena istilah tersebut mengimplikasikan makna “masyarakat sipil” sebagai lawan “masyarakat militer”, suatu pengertian yang tak tepat. Karena itulah istilah tersebut di Indonesia ditanggapi dengan penuh kecurigaan, pengertian “sipil” dikesankan sebagai berkaitan dan tandingan dari “militer”, yang dalam masyarakat hadir dalam bentuk dwi-fungsi ABRI itu. 

Dari berbagai pemahaman yang memang sangat beragam menganai civil society itu, yang lebih umum dipahami, sejak Locke hingga pemikir-pemikir pasca Hegel dan Marx adalah bahwa civil society itu bukan masyarakat alami (state of nature), yakni masyarakat yang terdiri dari satuan-satuan keluarga. Mereka itu adalah individu-individu yang telah meninggalkan lingkungan keluarga dan masuk ke dalam arena persaingan kepentingan, khususnya kepentingan ekonomi. Civil society adalah suatu masyarakat yang telah menyadari kepentingan-kepentingan tertentu mereka, dan karena itu bergabung ke dalam perkumpulan, perhimpunan atau organisasi untuk memperjuangkan kepentingan mereka.

Meskipun demikian, mereka itu berada di luar arena negara atau pemerintahan. Itulah sebabnya selalu dikesankan bahwa civil society itu berhadap-hadapan dengan negara (civil society vis a vis state). Jika orang berbicara mengenai state and society, maka yang dimaksud dengan society tersebut biasanya adalah civil society. Disitu orang berbicara dalam konteks demokrasi dan demokratisasi sebagaimana yang terjadi di negara-negara sosialis seperti Uni Soviet dan Eropa Timur. Dalam perbincangan mengenai demokratisasi dewasa ini, sebagian cendikiawan mengacu kepada konsep civil society. Demokrasi di suatu masyarakat atau negara hanya bisa tegak apabila kedudukan civil society cukup kuat. Di negara-negara sedang berkembang, kedudukan civil society umunya sangat lemah. Karena itu timbul pendapat bahwa jika kita ingin menegakkan demokrasi di negara-negara sedang berkembang, seperti di Indonesia, maka civil society harus diperkuat. Proses demokratisasi tersebut, menurut kecendrungan pemikir akhir-akhir ini, dilakukan dengan pemberdayaan civil society.[2]



[1] A. Ubaedillah, dkk., Pendidikan Kewargaan: Civic Education, (Jakarta: ICCE UIN, 2000), hal. 187
[2] M. Dawam Rahardjo, Masyarakat Madani: Agama, Kelas Menengah dan Perubahan Sosial, (Jakarta: LP3ES, 1999), hal. 133-134
Share on Google Plus
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 comments:

Post a Comment