Hal yang sama diungkapkan oleh Sosiolog
Jerman Robert Michels. Ia mengajukan postulat bahwa
oligarki merupakan hukum besi (iron law of oligarchy)
dalam setiap bentuk organisasi. Di setiap organisasi, secara alamiah kekuasaan akan jatuh ke
tangan sebagian kecil orang yang
memegang pemerintahan, mendorongnya menjadi birokratis,
dan seringkali bersifat konservatif. Kekuasaan
oligarkis yang awalnya terbentuk
dalam partai politik akan terbawa ke dalam pemerintahan, tak peduli apakah
partai tersebut berkuasa melalui jalur pemilihan umum yang demokratis
atau melalui jalur revolusi sekalipun.
Michels
pun memaknai oligarki dengan melihat dua sisi kekuasaan. Pertama, oligarki merupakan tatanan kekuasaan yang disusun secara
memusat atas kendali kelompok elite yang amat kecil. Kedua, oligarki diartikan sebagai tatanan elite dalam jumlah kecil
yang mampu menentukan kebijaksanaan publik. Dalam sistem kepartaian, tergambar
jelas dalam hukum besi oligarki Robert Michels, yang menyatakan bahwa elite
kecil partai berkuasa sedemikian rupa atas partainya untuk mengambil
keuntungandengan melebihi kelompok lainnya.[1] Sistem
tersebut mengukuhkan sikap pragmatisme, yakni pemerintahan yang hanya mengejar
keuntungan atau manfaat untuk segelintir orang saja.[2]
Referensi: Haris, Syamsuddin (ed.). Pemilu Langsung di Tengah Oligarki Partai. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, 2005.
Referensi: Haris, Syamsuddin (ed.). Pemilu Langsung di Tengah Oligarki Partai. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, 2005.
0 comments:
Post a Comment