Lembaga Yudikatif Sebagai Institusi Politik

Satu ciri yang terdapat di kebanyakan negara , baik yang memiliki sistem Common Law maupun sistem  Civil Law ialah hak menguji yaitu hak menguji apakah peraturan-peraturan hukum yang lebih rendah dari Undang-undang sesuiai atau tidak dengan Undang-undang yang bersangkutan. Tetapi dalam beberapa negara tertentu  (Amerika Serikat, India, dan Jerman Barat) Mahkamah Agung juga mempunyai wewenang untuk menguji apakah suatu Undang-undang sesuai dengan Undang-undang Dasar atau tidak, dan untuk menolak melaksanakan Undang-undang serta peraturan-peraturan lainnya yang dianggap bertentangan dengan Undang-Undang Dasar ini dinamakan “Judicial Review”.

Dalam doktrin Trias Politica, baik yang diartikan sebagai pemisahan  kekuasaan, maupun dalam arti pembagian kekuasaan, maka khusus untuk cabang kekuasaan yudikatif prinsip yang tetap dipegang ialah bahwa dalam tiap Negara Hukum badan yudikatif haruslah bebas dari campur tangan badan Eksekutif.  Ini dimaksudkan agar supaya badan yudikatif itu dapat berfungsi secara sewajarnya demi penegakan hukum dan keadilan serta menjamin hak-hak azasi manusia. Sebab hanya dengan azas kebebasan badan yudikatif itulah dapat diharapkan bahwa keputusan yang diambil oleh badan yudikatif dalam suatu perkara tidak akan memihak dan berat sebelah dan semata-mata berpedoman pada norma-norma hukum dan keadilan serta hati nurani hakim itu sendiri dengan tidak takut bahwa kedudukannya terancam.[1]

Negara republik indonesia mengenal adanya lembaga-lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif dalam UUD 1945 dengan melaksanakan pembagian kekuasaan (distribution of power) antara lembaga-lembaga negara. Kekuasaan lembaga-llembaga negara tidaklah di adakan pemisahan yang kaku dan tajam, tetapi ada koordinasi yang satu dengan yang lainnya. Sebagai negara demokrasi, pemerintahan Indonesia menerapkan teori trias politika. Trias politika adalah pembagian kekuasaan pemerintahan menjadi tiga bidang yang memiliki kedudukan sejajar.

Dalam masa Demokrasi Terpimpin terjadi penyelewengan-penyelewengan terhadap azas kebebasan badan yudikatif seperti yang ditetapkan oleh Undang-Undang Dasar 1945, yaitu dengan dikeluarkannya UU No. 19 Tahun 1945, tentang ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman, yang dalam pasal 19 dari UU tersebut dinyatakan “Demi kepentingan revolusi, kehormatan negara dan bangsa atau kepentingan masyarakat yang mendesak,  Presiden dapat turut atau campur tangan dakan soal pengadilan”. Di dalam penjelasan umum itu dinyatakan bahwa “Trias Politica tidak mempunyai tempat yang sama sekali dalam Hukum Nasional Indonesia” karena kita berada dalam revolusi dan dikatakan selanjutnya bahwa “Pengadilan adalah tidak bebas dari pengaruh kekuasaan eksekutif dan kekuasaan membuat Undang-undang.”[2]

Lembaga Yudikatif adalah sebuah lembaga negara yang berfungsi mengawasi dan mengadili penerapan Undang-undang. Lembaga ini meliputi Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, dan Komisi Yudisial. Lambaga yudikatif bersifat independent atau bebas dari campur tangan pihak lain.



[1] Miriam Budiardjo, Dasar Dasar Ilmu Politik (Jakarta: Gramedia Utama, 2005), h.  226-227.
[2] Ibid, h. 229.
Share on Google Plus
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 comments:

Post a Comment