Krisis keuangan
di Asia Timur nampaknya mematikan citra dan pola khas hubungan antara
negara dan bisnis. Tidak hanya hubungan tersebut secara rutin
meremehkan sebagai bentuk 'kapitalisme kroni', dan identik dengan korupsi dan
inefisiensi, tapi mereka terlihat kompatibel dengan tekanan
persaingan yang dinamis yang berhubungan dengan 'globalisasi'. Singkatnya,
jenis struktur bisnis, praktik politik dan hubungan sosial yang dimiliki sebelumnya telah menyebabkan keunggulan kompetitif di negara-negara
seperti Jepang, yang sekarang dilihat sebagai mementingkan diri sendiri hambatan
untuk perubahan yang diperlukan. Dalam rangka untuk menilai manfaat perdebatan
ini, kita perlu hati-hati menilai argumen teoritis dan pragmatis yang dibuat
untuk mendukung suatu developmental state ( DS) yang efektif, sebelum mempertimbangkan apakah seperti
model lagi berguna. Kita juga perlu ingat bahwa negara-negara yang berbeda akan
pasti menghadapi situasi historis yang sangat berbeda dan perkembangan
tantangan, sesuatu yang membuat generalisasi lebih sulit.
Seperti yang kita
lihat sebelumnya, kunci untuk Developmental State yang efektif adalah kapasitas
negara, atau kemampuan untuk merumuskan dan melaksanakan kebijakan pembangunan.
Untuk negara untuk mencapai seperti hasil, tidak hanya membutuhkan birokrasi
yang kompeten, juga perlu efektif hubungan dengan kelas bisnis dalam negeri
yang mau tidak mau akan menjadi pusat dari inisiatif perkembangan yang sukses.
Dalam sebuah studi perbandingan berpengaruh industrialisasi di Asia dan Amerika
Latin, Peter Evans menciptakan istilah embedded autonomy 'untuk menggambarkan
hubungan ideal antara calon Developmental State dan business class. Mengadopsi
tipologi neo-Weberian, Evans menyatakan bahwa Developmental State sukses
diperlukan untuk menjadi dekat dengan, dan jauh dari, kelas bisnis itu semacam
untuk mempengaruhi dan memelihara. Dengan kata lain, negara harus cukup
tertanam di masyarakat sehingga mampu melaksanakan tujuannya dengan bertindak
melalui sosial infrastruktur, tapi tidak begitu dekat dengan bisnis yang
mempertaruhkan 'menangkap' dengan tertentu kepentingan dan dengan demikian
tidak mampu bertindak lebih luas 'kepentingan nasional'. Idealnya, yang DS yang
efektif harus 'tertanam dalam satu set konkret ikatan sosial yang mengikat
negara untuk masyarakat dan memberikan saluran dilembagakan untuk negosiasi
terus-menerus dan renegosiasi policies'.
Negara-negara Timur Tengah memiliki dinamika ekonomi, politik, sosial dan
budaya yang unik dan menarik untuk diperhatikan. Adanya homogenitas identitas
diantara mereka dalam agama dan ciri-ciri politik juga semakin mempercantik
dinamika negara-negara Arab. Negara-negara kawasan Timur Tengah memiliki
sekitar 65% dari cadangan minyak dunia dan 40% dari cadangan gas. Kawasan Timur
Tengah memiliki nilai-nilai strategis yang menjadikan Timur Tengah menjadi
kawasan yang banyak dilirik oleh negara-negara di luar kawasan, terlebih
negara-negara barat. Dengan cadangan minyak dunia yang dimiliki,
negara-negara di Timur Tengah bergantung pada pendapatan dari ekspor energi
mereka. Namun perang yang kerap terjadi memiliki dampak yang besar pada ekspor
energi, sanksi-sanksi politik ekonomi seperti embargo mempengaruhi eksportir
utama seperti Iran, Irak, dan Libya. Negara Timur Tengah rata-rata menderita
masalah politik, ekonomi, dan demografi internal yang menambah konflik dan ketegangan
intra-regional. (Lenczowski, 2003)
Berbicara masalah nilai strategis yang dimiliki oleh Timur Tengah Lenczowski
(2003) mengklasifikasikan ke dalam beberapa sebab yakni pertama, kawasan ini
menyimpan reserve
minyak yang paling besar dibandingkan dengan kawasan lain, sehingga dalam zaman
dimana energi minyak menjadi barang yang sangat langka, Timur Tengah memegang
peranan sangat menentukan dalam percaturan politik dan ekonomi internasional.
Kedua, negara-negara di Timur Tengah, berkat kekayaan yang diperoleh dari
rezeki minyak, telah menjadi negara-negara pengimpor senjata dari Timur maupun
dari Barat. Kawasan ini sangat menarik bagi negara-negara pengekspor senjata
yang dengan mudah dapat memperoleh devisa secara sangat menguntungkan lewat lalu
lintas perdagangan senjata mereka. Amerika Serikat, Uni Sovyet (Rusia),
Inggris, Prancis, beberapa negara Eropa Timur dan sejumlah negara Amerika Latin
serta Republik Rakyat Cina adalah negara-negara yang menaruh minat besar dalam
perdagangan senjata di Timur Tengah. Ketiga, konflik antar negara Timur Tengah,
terutama sekali antara Israel dan negara-negara Arab mempunyai dimensi
internasional dan melibatkan campur tangan negara-negara superkuat Amerika dan
Uni Sovyet (Rusia). Perdamaian dan keamanan internasional sampai batas tertentu
dipengaruhi oleh konflik-konflik yang terjadi di kawasan ini. Dengan kata lain,
hampir setiap konflik besar yang terjadi di Timur Tengah mengimbas ke kawasan
lain dan ikut mengguncang stabilitas kawasan tersebut. Keempat, Timur Tengah
secara geografis, geopolitis, dan geostrategis merupakan kawasan yang menjadi
pusat perhatian masyarakat internasional, justru karena letaknya yang
menghubungkan benua Eropa, Afrika, dan Asia. Beberapa negara Timur Tengah yang
berbatasan langsung dengan wilayah Uni Soviet (Rusia) menambah arti penting
kawasan ini secara keseluruhan. Kelima, Timur Tengah terbukti dalam sejarah
telah menjadi the
cradle of civilization (asal muasal peradaban).
0 comments:
Post a Comment