Presiden Joko Widodo menyatakan sikap Presiden Brazil Dilma Rousseff
menolak surat kepercayaan Duta Besar Indonesia sebuah tata krama yang
tidak lazim.
"Ya kalau hal-hal seperti itu menurut saya sebuah tata krama yang tidak lazim," kata Joko Widodo saat blusukan di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Kecamatan Panimbang, Pandeglang, Banten, Senin. Atas tindakan tersebut, Presiden langsung memerintahkan menteri luar negeri untuk menarik duta besar Indonesia untuk Brazil.
"Hari Jumat sudah saya perintah untuk duta besar kita ditarik pulang. Itu perintah saya," tegasnya. Ketika ditanya apakah akan membekukan hubungan diplomatik dengan Brazil, Presiden Joko Widodo menjawab: "Ya kita lihat nanti.
"Ya kalau hal-hal seperti itu menurut saya sebuah tata krama yang tidak lazim," kata Joko Widodo saat blusukan di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Kecamatan Panimbang, Pandeglang, Banten, Senin. Atas tindakan tersebut, Presiden langsung memerintahkan menteri luar negeri untuk menarik duta besar Indonesia untuk Brazil.
"Hari Jumat sudah saya perintah untuk duta besar kita ditarik pulang. Itu perintah saya," tegasnya. Ketika ditanya apakah akan membekukan hubungan diplomatik dengan Brazil, Presiden Joko Widodo menjawab: "Ya kita lihat nanti.
Wakil Ketua Komisi I DPR RI Hanafi Rais meminta Pemerintah Indonesia
jangan pasif menghadapi perlakuan yang dilakukan Pemerintah Brazil,
salah satu harus melakukan diplomasi.
"Pemerintah Indonesia jangan pasif namun harus lakukan diplomasi
kepada para negara pemrotes itu bahwa mereka juga harus menghormati
kedaulatan hukum nasional Indonesia," kata Hanafi di Jakarta, Minggu.
Dia mengatakan Pemerintah Indonesia harus menegaskan bahwa yang dilakukan merupakan bagian dari diplomasi negara-negara korban kejahatan narkoba transnasional. Selain itu menurut dia, juga harus membuka saluran diplomatik dengan pihak-pihak negara yang protes baik itu pemerintahannya, tokoh negara disana, instansi perdagangan di negara itu. Semuanya diarahkan agar Brazil mau memahami Indonesia dan memperbaiki sikapnya," ujarnya.
Menurut dia, terlepas dari ketegangan diplomatik ini, Pemerintah Indonesia hendaknya tetap fokus dalam penegakan hukum yang sudah diputuskannya. Hanafi menilai Brazil sebagai salah satu negara yang juga sedang memerangi narkoba pasti paham betul dengan sikap Indonesia mengenai hal itu.
Pemerintah Indonesia telah melakukan eksekusi terhadap terpidana mati kasus narkotika sejumlah enam orang terdiri dari satu orang warga negara Indonesia dan lima orang merupakan warga negara asing pada 17 Januari lalu. Dari kelima orang WNA itu terdapat warga negara Brazil bernama Marco Archer karena dinyatakan bersalah melakukan perdagangan narkoba. Sementara itu satu warga Brazil dijadwalkan dieksekusi mati di Indonesia atas dasar pelanggaran hukum yang sama.
Sementara itu Presiden Brazil Dilma Rousseff menolak surat kepercayaan Duta Besar Indonesia untuk negara tersebut. Hal itu terjadi di tengah pertentangan eksekusi seorang warga Brazil di Indonesia dan rencana hukuman mati warga kedua dalam waktu dekat.
"Kami pikir hal yang penting adalah terjadi perubahan keadaan sehingga kita jelas terkait hubungan Indonesia dengan Brasil," kata Rousseff. Dia mengatakan apa yang dilakukan pemerintahannya itu sedikit memperlambat penerimaan surat kepercayaan, tidak lebih dari itu.
Duta Besar Indonesia untuk Brazil, Toto Riyanto, hadir di Istana Presiden Brazil di acara pada hari Jumat (20/2) bersama-sama dengan diplomat yang baru ditunjuk dari Venezuela, El Salvador, Panama, Senegal, dan Yunani. Namun Totok tidak ikut serta dalam upacara. Kemenlu RI memprotes keras perlakukan pemerintah Brazil tersebut dan menarik Toto dari Brazil hingga waktu yang tidak ditentukan.
Dia mengatakan Pemerintah Indonesia harus menegaskan bahwa yang dilakukan merupakan bagian dari diplomasi negara-negara korban kejahatan narkoba transnasional. Selain itu menurut dia, juga harus membuka saluran diplomatik dengan pihak-pihak negara yang protes baik itu pemerintahannya, tokoh negara disana, instansi perdagangan di negara itu. Semuanya diarahkan agar Brazil mau memahami Indonesia dan memperbaiki sikapnya," ujarnya.
Menurut dia, terlepas dari ketegangan diplomatik ini, Pemerintah Indonesia hendaknya tetap fokus dalam penegakan hukum yang sudah diputuskannya. Hanafi menilai Brazil sebagai salah satu negara yang juga sedang memerangi narkoba pasti paham betul dengan sikap Indonesia mengenai hal itu.
Pemerintah Indonesia telah melakukan eksekusi terhadap terpidana mati kasus narkotika sejumlah enam orang terdiri dari satu orang warga negara Indonesia dan lima orang merupakan warga negara asing pada 17 Januari lalu. Dari kelima orang WNA itu terdapat warga negara Brazil bernama Marco Archer karena dinyatakan bersalah melakukan perdagangan narkoba. Sementara itu satu warga Brazil dijadwalkan dieksekusi mati di Indonesia atas dasar pelanggaran hukum yang sama.
Sementara itu Presiden Brazil Dilma Rousseff menolak surat kepercayaan Duta Besar Indonesia untuk negara tersebut. Hal itu terjadi di tengah pertentangan eksekusi seorang warga Brazil di Indonesia dan rencana hukuman mati warga kedua dalam waktu dekat.
"Kami pikir hal yang penting adalah terjadi perubahan keadaan sehingga kita jelas terkait hubungan Indonesia dengan Brasil," kata Rousseff. Dia mengatakan apa yang dilakukan pemerintahannya itu sedikit memperlambat penerimaan surat kepercayaan, tidak lebih dari itu.
Duta Besar Indonesia untuk Brazil, Toto Riyanto, hadir di Istana Presiden Brazil di acara pada hari Jumat (20/2) bersama-sama dengan diplomat yang baru ditunjuk dari Venezuela, El Salvador, Panama, Senegal, dan Yunani. Namun Totok tidak ikut serta dalam upacara. Kemenlu RI memprotes keras perlakukan pemerintah Brazil tersebut dan menarik Toto dari Brazil hingga waktu yang tidak ditentukan.
0 comments:
Post a Comment