Dalam marketing
politik, media memiliki kemampuan untuk mempengaruhi opini publik dan prilaku
masyarakat. Sering pula media massa digunakan oleh partai politik secara
berlebihan baik oleh partai politik maupun kadernya. Jika melihat realita yang
ada, beberapa media massa di Indonesia di kuasai oleh kekuatan politik tertentu
seperti MetroTV dan Media Indonesia yang dimiliki Surya Paloh sebagai capres
dari Partai Politik NasDem, lalu ada MNC Group
yang dimiliki oleh Harry Tanoesoedibyo yang merupakan cawapres dari
Partai Hanura, atau TvOne dan ANTV yang dikuasai oleh Aburizal Bakrie.
Terdapat tiga
strategi kampanye partai dalam marketing politik, yaitu pemasaran produk secara
langsung kepada pemilih (Push Political
Marketing), pemasaran produk politik melalui media massa (Pull Political Marketing), dan melalui
tokoh, kelompok atau organisasi (Pass
Political Marketing). Dibandingkan dengan kampanye blusukan atau turun
langsung ke masyarakat, kampanye melalui media massa dinilai paling efektif
untuk mendongkrak elektabilitas partai politik secara cepat, dan menjangkau
keseluruh Indonesia dalam waktu yang singkat.
Oleh karena itu,
dengan melihat realita yang ada sekarang, partai politik yang memiliki akses ke
media massa mempunyai keunggulan dibandingkan dengan partai politik yang tidak
memiliki media massa. Dengan adanya media massa, partai politik dengan mudah
mengkomunikasikan pesan politik, program kerja, visi dan misinya. Akan tetapi,
banyak dari mereka yang berkampanye menyalahi aturan dengan mencuri start
terlebih dahulu walaupun belum saatnya partai politik untuk berkampanye secara
terbuka. Seperti iklan partai Hanura yang selalu tayang di MNC Group dengan
menampilkan sosok capres dan cawapresnya, Wiranto dan Harry Tanoe, atau Surya
Paloh dengan MetroTV dan Bakrie dengan TVOne.
Komisi Penyiaran
Indonesia (KPI) sebagai lembaga yang berwenang dalam mengatur hak penyiaran di
Indonesia, berupaya agar penyesatan informasi tak terjadi, dan meminta kepada
media penyiaran, khususnya televisi, konsisten pada semangat UU Penyiaran yang
mengamanatkan bahwa media harus benar-benar bermanfaat untuk kepentingan publik
dan masyarakat luas di negeri ini. Sangat jelas, tujuan dari penyiaran yang
dilakukan media, selain untuk penyampaian informasi yang layak dan mengutamakan
kebenaran, diharapkan berperan meningkatkan mutu pendidikan, mampu menghadirkan
hiburan yang layak ditonton, serta perekat sosial dalam kehidupan masyarakat.
Bukan sebagai alat kepentingan politik maupun yang bersifat provokasi yang
akhirnya menyebabkan disintegrasi bangsa.
Siaran-siaran di televisi yang saat
ini disajikan ke masyarakat sungguh memilukan disamping banyak yang tidak
memiliki nilai edukasi tapi juga memuat unsur-unsur politis di dalamnya. Lihat
saja acara yang ditayangkan di RCTI atau MNC Group, ada salah satu acara yang memiliki
unsur kampanye terselubung yang sangat janggal di mata masyarakat yaitu acara
“Kuis Kebangsaan Win-HT”. Dari judulnya pun sangat janggal dimana ada kata
Win-HT disana, lalu mengenai isi acaranya pun bisa ditebak, sarat akan
unsur-unsur politik. Isi acara tersebut kuis dimana para peserta diharuskan
menjawab pertanyaan dari host dan jika benar maka akan di berikan hadiah yang
ditentukan. Memang ini terlihat seperti kuis-kuis yang ada pada umumnya, namun
terasa janggal sekali dimana host akan melontarkan kalimat “Win HT” dan harus
dijawab “Bersih Peduli Tegas”. Kebohongan acara ini terlihat dari peserta yang
sudah mengetahui jawaban sebelum adanya pertanyaan. Meski konon katanya acara
ini memiliki tujuan untuk menguji wawasan dan pengetahuan warga tentang
Indonesia, baik sejarah, geografi, Pancasila, pengetahuan umum, maupun
informasi terkini, tetap saja acara ini hanya akal-akalan pemilik media untuk
memanfaatkan media milikinya. Kuis Kebangsaan WIN-HT hanya kuis settingan untuk
melakukan kampanye terselubung dan ini bentuk pembodohan rakyat dan pelanggaran
penggunaan frekuensi publik untuk kepentingan politik.
Komisi Pemilihan Umum, Badan
Pengawas Pemilu serta Komisi Penyiaran Indonesia menegaskan aturan iklan
kampanye di media elektronik dan cetak itu hanya diperbolehkan 21 hari
menjelang hari pemungutan suara yakni selama 16 Maret - 5 April 2014 yang harus
ditaati oleh partai politik dan lembaga penyiaran. Setiap peserta Pemilu maksimal
diperbolehkan memasang iklan sebanyak 10 spot berdurasi paling lama 30 detik
per stasiun televisi per hari dan 10 spot berdurasi paling lama 60 detik per
stasiun radio per hari.
KPI dengan tegas
akan memberi sanksi hukum kepada lembaga penyiaran yang menyiarkan iklan
kampanye sebelum waktunya berupa teguran hingga pemberhentian penyiaran. Menurut
pasal 83 ayat 2 UU No 8/2012, kampanye dalam bentuk iklan media massa
cetak/elektronik waktu pelaksanaannya selama 21 hari sebelum dimulainya masa
tenang. Peserta Pemilu yang melakukan kampanye dimedia massa cetak dan
elektronik diluar jadwal KPU dapat dijatuhi pelanggaran pidana Pemilu. Hukumannya
adalah pidana kurungan maksimal satu tahun dan denda paling banyak Rp 12 juta.
Namun tidak mudah menjerat peserta Pemilu yang melakukan kampanye diluar jadwal
dengan UU tersebut. Seringkali iklan kampanye itu dikemas sedemikian rupa
sehingga unsur pelanggaran kampanye atau unsur kampanyenya sendiri tidak
memanuhi kualifikasi sebagai pelanggaran.
Jadi, Kampanye
politik merupakan tindakan yang dilakukan oleh suatu organisasi atau
lembaga yang memiliki tujuan untuk memperkenalkan kepada khalayak umum dan mengumpulkan dukungan suara dalam rangka
pemilu. Oleh karena itu, kampanye merupakan hal yang penting bagi parpol dalam
memperoleh suara sebanyak-banyaknya. Kampanye akan terasa lebih adil dan
kompetitif jika di tempat dan waktu yang sesuai agar terciptanya lingkungan
demokrasi yang sehat dan adil untuk semua pihak.
0 comments:
Post a Comment