Teori
Dialektika
Hegel dikenal sebagai filsuf yang menggunakan
dialektika sebagai metode berfilsafat. Dialektika menurut Hegel adalah dua hal
yang dipertentangkan lalu didamaikan, atau biasa dikenal dengan tesis
(pengiyaan), antitesis (pengingkaran)dan sintesis (kesatuan kontradiksi). Tesis
harus berupa konsep pengertian yang empris indrawi. Pengertian yang terkandung
di dalamnya berasal dari kata-kata sehari-hari, spontan, bukan reflektif,
sehingga terkesan abstrak, umum, statis, dan konseptual. Pengertian tersebut
diterangkan secara radikal agar dalam proses pemikirannya kehilangan ketegasan
dan mencair. Antitesis adalah konsep pengertian pertama (pengiyaan)
dilawanartikan, sehingga muncul konsep pengertian kedua yang kosong, formal, tak
tentu, dan tak terbatas. Menurut Hegel, dalam konsep kedua sesungguhnya
tersimpan pengertian dari konsep yang pertama. Konsep pemikiran kedua ini juga
diterangkan secara radikal agar kehilangan ketegasan dan mencair. Sintesis
merupakan motor dialektika (jalan menuju kebenaran) maka kontradiksi harus
mampu membuat konsep yang bertahan dan saling mengevaluasi. Kesatuan
kontradiksi menjadi alat untuk melengkapi dua konsep pengertian yang saling
berlawanan agar tercipta konsep baru yang lebih ideal.
Negara Integralistik
Negara
dalam pemikiran Hegel merupakan penjelmaan Roh Absolut (Great Spirit atau Absolute
Idea), karena itu negara bersifat absolut yang dimensi kekuasaannya
melampaui hak-hak transcendental individu. Gagasan hegel tentang Roh Absolut
merupakan pengaruh dari pemikiran Kristiani yaitu tentang oknum roh kudus dalam
trinitas. Sama seperti prespektif Kristiani yang menganggap roh atau spirit
adalah sesuatu yang sacral, Hegel pun melihat negara sebagai organ politik yang
suci yaitu sebagai derap langkah tuhan di bumi.
Berbeda
dengan Rousseau dan Locke maupun kalangan Marxis yang melihat negara sebagai
alat kekuasaan, Hegel justru berpendapat bahwa negara itu bukan alat malainkan
tujuan itu sendiri. Karena bukan negara yang harus mengabdi kepada rakyat atau
individu melainkan sebaliknya, mereka lah yang harus mengabdi dan diabdikan
bagi negara. Tentang kebebasan, Hegel berargumentasi bahwa karena manusia
makhluk rasional dan memiliki kesadaran diri maka ia akan mengkultuskan
kebebasan. Mirip dengan pendapat Machiavelli dan Hobbes yang menganggap manusia
mempunyai watak kebinatangan, Hegel berpendapat karena wataknya yang
mementingkan dirinya sendiri, maka kebebasan itu harus dibatasi. Dengan kata
lain, meskipun manusia diberi kebebasan, kebebasan itu tetap harus di bawah
control kekuasaan.
0 comments:
Post a Comment